Aturan Baru Perjalanan Dinas Menteri – Pemerintah kembali merilis aturan baru terkait perjalanan dinas para menterinya. Regulasi ini, yang secara resmi di tetapkan melalui Surat Edaran Menteri PANRB No. 1 Tahun 2024, menyoroti aspek pembiayaan, efisiensi, hingga pelaporan kegiatan. Namun, publik justru melihat celah yang perlu segera di sorot. Alih-alih menekan pemborosan anggaran, aturan ini justru membuka ruang bagi praktik yang bisa mengaburkan batas antara keperluan dinas dan fasilitas mewah yang tak perlu.
Efisiensi atau Formalitas Kosong?
Secara garis besar, aturan ini mengatur bahwa perjalanan dinas harus di lakukan secara selektif, dengan mempertimbangkan urgensi dan skala prioritas nasional. Namun pertanyaannya: siapa yang menentukan “urgensi”? Apakah penilaian itu berbasis kebutuhan objektif, atau justru subjektif atas nama “tugas negara”?
Selain itu, klasifikasi fasilitas—termasuk akomodasi hotel bintang lima dan tiket penerbangan kelas bisnis—masih di perbolehkan dengan alasan “kenyamanan dan representasi negara”. Ini menjadi titik krusial. Dalam kondisi ekonomi yang masih menekan dan anggaran negara yang harus di jaga ketat, akankah kenyamanan pejabat lebih di utamakan daripada efisiensi anggaran?
Baca juga: https://emilyandmattswedding.com/
Transparansi yang Dipertanyakan
Salah satu yang paling di sorot adalah kewajiban pelaporan pasca-perjalanan. Aturan ini menyebutkan bahwa menteri wajib melaporkan hasil kegiatan secara tertulis. Tapi sejauh mana laporan itu benar-benar di buka ke publik? Apakah masyarakat bisa mengaksesnya? Atau hanya menjadi dokumen administratif yang di simpan rapi di dalam lemari kementerian?
Tanpa transparansi, laporan tersebut hanya formalitas belaka. Padahal publik berhak tahu: ke mana uang negara di gunakan, apa dampak riil dari setiap kunjungan luar kota atau luar negeri yang di lakukan oleh pejabat negara.
Saatnya Pemerintah Introspeksi
Aturan ini seharusnya menjadi titik tolak untuk menata ulang budaya birokrasi yang gemar bepergian tanpa hasil konkret. Apakah perjalanan dinas hanya menjadi ajang pelesiran yang di bungkus narasi di plomasi? Atau benar-benar membawa manfaat strategis bagi negara?
Sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh. Perjalanan dinas bukan hak istimewa, tapi tanggung jawab yang harus bisa di pertanggungjawabkan di hadapan rakyat. Setiap rupiah yang di gunakan adalah amanah. Dan jika amanah itu di gunakan untuk kenyamanan pribadi pejabat, bukan untuk kepentingan publik, maka wibawa negara justru di pertaruhkan.